Sunday, April 29, 2012


Agama dan kebudayaan Hindu-Buddha yang berasal dari India menyebar ke Asia termasuk Indonesia. Di Indonesia, pengaruh Hindu-Buddha sangat besar sehingga muncul kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha. Banyak kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Indonesia. Kerajaan-kerajaan tersebut ialah Kutai, Tarumanegara, Holing, Sriwijaya, Mataram Kuno, Kanjuruhan, Singosari, Kediri, Sunda, Bali, dan Majapahit. Beberapa di antaranya akan dijelaskan berikut ini.

a. Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai terletak di Kalimantan Timur, daerah Muara Kaman di tepi Sungai Mahakam. Berdasarkan informasi yang ditemukan pada tujuh prasasti berupa yupa yang ditulis dengan huruf Pallawa, dengan bahasa Sanskerta, diketahui bahwa Kutai merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan yang dikenal juga dengan sebutan Negeri Tujuh Yupa diperkirakan berdiri pada tahun 400 M. Dalam prasasti tersebut terdapat informasi yang menyangkut kehidupan politik, pemerintahan, sosial, budaya, dan ekonomi Kerajaan Kutai
Raja pertama yang memerintah Kutai bernama Kudungga. Raja Kudungga memiliki putra bernama Aswawarman. Aswawarman memiliki putra Mulawarman. Dilihat dari nama, Kudungga bukanlah nama Hindu, tetapi nama Indonesia asli. Nama Aswawarman dan Mulawarman adalah nama-nama berbau Hindu. warman berarti pakaian perang. Penambahan nama itu diberikan dalam upacara penobatan raja secara agama Hindu. Keluarga Kudungga pernah melakukan upacara Vratyastoma, yaitu upacara Hindu untuk penyucian diri sebagai syarat masuk pada kasta Ksatria. Berdasarkan nama dan gelar yang disandangnya, Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu berawal dari pemerintahan Aswawarman. Setelah Raja Aswawarman, Kutai diperintah oleh Mulawarman, putranya pada abad ke-4. Raja Mulawarman disebutkan sebagai seorang raja besar yang sangat mulia dan baik budinya. Pada masa pemerintahan Mulawarman, Kutai merupakan kerajaan yang kaya dan makmur. Sang Raja memberikan 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana.
b. Kerajaan Tarumanegara
Pada pertengahan abad ke-5 M, di daerah lembah Sungai Citarum, Jawa Barat terdapat kerajaan bernama Tarumanegara (Kerajaan Taruma). Tarumanegara merupakan kerajaan tertua di Jawa. Jika berita tentang Kutai kita peroleh dari yupa, berita tentang Tarumanegara kita peroleh dari prasasti dan berita Cina. Ada tujuh prasasti yang memuat tentang Kerajaan Tarumanegara. Perhatikan tabel prasasti berikut ini. 


Dari catatan seorang musafir Cina, Fa-Hien, diperoleh keterangan bahwa pada tahun 414, terdapat kerajaan bernama To-lo-mo. Fa-Hien yang sedang melakukan perjalanan menuju India dan singgah di Ye-po-ti (Jawa) di To-lo-mo banyak terdapat orang Hindu, ada juga orang Buddha.


Dikatakan juga bahwa raja mempunyai kekuasaan sangat besar karena raja dianggap sebagai keturunan dewa.

c. Kerajaan Ho-ling
Keberadaan kerajaan ini diketahui dari kitab sejarah Dinasti Tang (618-906). Diperkirakan Kerajaan Ho-ling atau Kaling terletak di Jawa Tengah. Nama ini diperkirakan berasal dari nama sebuah kerajaan di India, Kalingga. Tidak ditemukan peninggalan yang berupa prasasti dari kerajaan ini. Menurut Berita Cina, kotanya dikelilingi dengan pagar kayu, rajanya beristana di rumah yang bertingkat, yang ditutup dengan atap; tempat duduk sang raja ialah peterana gading. Orang orangnya sudah pandai tulis menulis dan mengenal ilmu perbintangan. Dalam Berita Cina disebut adanya Ratu His-mo atau Sima, yang memerintah pada tahun 674. Beliau terkenal sebagai raja yang tegas, jujur, dan bijaksana. Hukum dilaksanakan dengan tegas. Pada masa ini, agama Buddha berkembang bersama agama Hindu. Hal ini dapat terlihat dengan datangnya pendeta Cina Hwi Ning di Kaling dan tinggal selama tiga tahun. Dengan bantuan seorang pendeta setempat yang bernama Jnanabhadra, Hwi Ning menterjemahkan kitab Hinayana dari bahasa Sanskerta ke bahasa Cina.  

d. Kerajaan Sriwijaya
Kata sriwijaya berasal dari kata sri = mulia dan kata wijaya = kemenangan. Kemenangan yang dimaksud di sini ialah kemenangan Dapunta Hyang dalam melakukan perjalanan suci (manalp siddhayatra). Kerajaan ini berdiri pada abad ke-7 M. Pusat Kerajaan Sriwijaya berada di Palembang. Seperti halnya Kutai dan Tarumanegara, keberadaan Sriwijaya juga diketahui dari prasasti dan Berita Cina. Dari tempat ditemukannya prasasti yang menyebutkan tentang Sriwijaya, dapat diketahui bahwa Sriwijaya merupakan kerajaan besar. Ada sembilan prasasti yang menceritakan tentang keberadaan Sriwijaya. Tiga di antaranya ditemukan di luar negeri. Sriwijaya mencapai kemajuan di segala aspek kehidupan masyarakat ketika diperintah Raja Balaputradewa. Balaputradewa bahkan sudah menjalin hubungan dengan Kerajaan Benggala dan Kerajaan Chola di India. Pada masa Balaputradewa, Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat perdagangan dunia di Asia Tenggara dan menjadi pusat perkembangan agama Buddha. Ia mendirikan Universitas Nalanda untuk mendidik para biksu dan bikhuni dengan murid berasal dari Jawa, Cina, Campa, Tanah Genting Kra, bahkan India. Selain prasasti, informasi tentang Sriwijaya banyak diperoleh dari catatan Dinasti Tang di Cina dan dari catatan I Tsing, seorang musafir Cina yang belajar paramasastra Sanskerta di Sriwijaya. Dinasti Tang mencatat bahwa utusan Sriwijaya pernah datang ke Cina, yaitu tahun 971, 972, 975, 980, dan tahun 983. Itulah sebabnya ditemukan catatan tentang Sriwijaya dalam Prasasti Kanton.


Menurut catatan I Tsing, Sriwijaya berperan sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan agama Buddha di Asia Tenggara. I Tsing belajar tata bahasa Sanskerta dan teologi Buddha di Sriwijaya. I Tsing menerjemahkan kitab kitab suci agama Buddha ke dalam bahasa Cina. Sriwijaya juga terkenal sebagai kerajaan maritim dan memiliki armada laut. Perhatikanlah Peta Kerajaan Sriwijaya. Sebagai kerajaan maritim, Sriwijaya merupakan pusat perdagangan di Asia Tenggara karena menguasai dua selat besar yang penting dalam perdagangan, Selat Malaka dan Selat Sunda. Sriwijaya mulai mengalami kemunduran setelah mendapat serangan dari Dharmawangsa (992), Rajendra Coladewa dari Kerajaan Colamandala (1023, 1030, dan tahun 1060), Kertanegara (1275), dan Gajah Mada (1377). Sriwijaya akhirnya hancur ketika Majapahit mulai berkembang di Jawa.

e. Kerajaan Mataram Kuno
Seperti keberadaan kerajaan-kerajaan sebelumnya, keberadaan Kerajaan Mataram Kuno ini pun kita ketahui dari prasasti-prasasti yang ditemukan. Cukup banyak prasasti yang berisi informasi tentang Mataram. Di samping prasasti, informasi tentang Mataram juga dapat diperoleh dari candi-candi, kitab cerita Parahyangan (Sejarah Pasundan), dan Berita Cina. Kerajaan yang diperkirakan berdiri pada abad ke-7 ini terletak di daerah pedalaman Jawa Tengah, kemungkinan besar di daerah Kedu sampai sekitar Prambanan (berdasarkan letak prasasti yang ditemukan). Kerajaan yang terletak di antara pegunungan dan sungai-sungai besar seperti Bengawan Solo ini mula-mula diperintah oleh Raja Sanna.


Raja Sanna kemudian digantikan oleh Raja Sanjaya. Sanjaya adalah seorang raja yang bijaksana. Pada masa pemerintahannya, rakyatnya hidup makmur. Pada masa pemerintahan Sanjaya, ada dinasti lain yang lebih besar, yaitu Dinasti Syailendra. Keluarga Sanjaya beragama Hindu dan keluarga Syailendra beragama Buddha. Setelah Sanjaya, Mataram kemudian diperintah oleh Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai Panangkaran. Dari namanya, raja ini berasal dari kedua keluarga tersebut. Setelah Panangkaran, Mataram terpecah menjadi Mataram Hindu dan Mataram Buddha.

Namun, pada tahun 850, Mataram kembali bersatu dengan menikahnya Rakai Pikatan dan Pramodharwani, putri keluarga Syailendra. Setelah Pikatan, Mataram diperintah oleh Balitung (898—910) yang bergelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung. Balitung adalah raja terbesar Mataram. Wilayah kekuasaannya meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada masanyalah dibuat prasasti yang berisi nama-nama raja sebelumnya sampai dirinya. Setelah Balitung, berturut-turut memerintah Daksa ( 910—919), Tulodong (919 —924), dan Wawa (824 —929). Mataram kemudian diperintah oleh Sindhok (929 — 949) keponakan Wawa dari keluarga Ishana karena Wawa tidak mempunyai anak. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Dinasti Sanjaya. Sindhok kemudian memindahkan ibu kota kerajaan ke Jawa Timur karena (1) sering meletusnya Gunung Merapi, dan (2) Mataram sering diserang oleh Sriwijaya. Kerajaan Mataram di Jawa Timur ini sering disebut Kerajaan Medang. Mpu Sindhok merupakan penguasa baru di Jawa Timur dan mendirikan wangsa Icyana. Keturunan Mpu Sindok sampai Airlangga tertulis di Prasasti Calcuta (1042) yang dikeluarkan oleh Airlangga. Setelah Sindhok, Raja Dharmawangsa (991—1016) bermaksud menyerang Sriwijaya, tapi belum berhasil. Pemerintahannya diakhiri dengan peristiwa pralaya, yaitu penyerangan raja Wora Wari.


Pengganti Dharmawangsa adalah Airlangga, menantunya, yang berhasil lolos dari peristiwa pralaya. Airlangga berhasil membangun kembali kerajaan Medang di Jawa Timur. Airlangga terkenal sebagai raja yang bijaksana, digambarkan sebagai Dewa Wisnu. Pada akhir pemerintahannya Airlangga membagi kerajaannya menjadi Jenggala (Singosari) dan Panjalu (Kediri). Namun, kerajaan yang bertahan adalah kerajaan Kediri. Airlangga wafat pada tahun 1049. Dengan demikian, berakhirlah Kerajaan Mataram Kuno.
f. Kerajaan Kediri dan Singosari
Setelah Airlangga membagi kerajaannya menjadi dua, sejarah selanjutnya dari kerajaan-kerajaan ditandai oleh perebutan kekuasaan. Pada waktu terjadi pembagian kerajaan Airlangga, Samarawijaya sebagai raja Panjalu dengan ibu kota Daha dan Panji Garasakan sebagai raja Jenggala dengan ibu kota Kahuripan. Terjadi perang saudara di antara keduanya (1044-1052). Kemenangan Kediri atas Jenggala membuat Kediri menjadi satu-satunya kerajaan di Jawa Timur dengan kekuasaan meliputi hampir seluruh Indonesia timur. Semua itu terjadi pada masa pemerintahan Raja Jayeswara.




Raja Kediri yang terkenal ialah Jayabaya (1130-1160) yang terkenal dengan Ramalan Jayabaya. Raja terakhir Kediri ialah Kertajaya. Pada masa pemerintahannya, Kertajaya ingin dihormati dan disembah seperti dewa. Hal ini membuat para Brahmana tidak senang dan mereka minta perlindungan kepada Ken Angrok (sering disebut Arok) dari Tumapel. Ken Arok akhirnya dapat mengalahkan Kertajaya pada tahun 1222. Dengan demikian, berakhirlah Kerajaan Kediri. Ken Arok kemudian mendirikan Kerajaan Singosari. Perebutan kekuasaan menjadi ciri khas kerajaan yang didirikan oleh Ken Arok (1222-1227). Keberadaan Kerajaan Singosari diketahui dari kitab Pararaton dan kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Prapanca. Sejarah Singosari dimulai dengan tindakan Ken Arok membunuh Tunggul Ametung, akuwu di Tumapel. Ken Arok yang beristrikan Ken Umang kemudian menikahi istri Tunggul Ametung, Ken Dedes. Ken Dedes diramalkan akan menurunkan raja-raja besar. Ken Arok kemudian dibunuh oleh Anusapati (anak tirinya). Anusapati memerintah selama 21 tahun, 1227-1248. Kemudian, Tohjaya, anak Ken Arok dan Ken Umang, membunuh Anusapati pada tahun 1248. Wisnuwardhana, anak dari Anusapati, membunuh Tohjaya dan memerintah sampai tahun 1268. Wisnuwardhana kemudian digantikan oleh Kertanegara.


Kertanegara adalah raja Singosari yang sangat terkenal. Dia memerintah sampai tahun 1292. Kertanegara bercita-cita menyatukan Nusantara di bawah Singosari. Pada masa Kertanegara, datang seorang utusan dari negeri Cina, yaitu Kubilai Khan. Raja Kertanegara juga mengadakan ekspedisi Pamalayu tahun 1275, menguasai Kerajaan Melayu dengan tujuan menghadang serangan tentara Cina agar peperangan tidak terjadi di wilayah Kerajaan Singasari. Dia banyak mengirimkan armadanya ke luar Singosari. Namun, hal itulah yang kemudian menyebabkan kejatuhannya. Ketika sebagian besar armadanya keluar Singosari, dia diserang oleh Jayakatwang dari Kediri. Kertanegara tewas, tetapi menantunya, Raden Wijaya lolos karena sedang tidak berada di istana. Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit. Dari catatan saudagar Cina, Kho Ku Fei pada tahun 1200, diketahui bahwa pada masa pemerintahan Jayabaya, Kediri telah memiliki mata uang emas dan aturan pajak yang teratur. Pada masa Jayabaya pula dihasilkan cerita Gatutkacasraya dan Hariwangsa yang ditulis oleh Mpu Panuluh dan kitab Baratayudha yang ditulis oleh Mpu Sedah. Ku Fei juga mencatat bahwa pada masa ini telah dihasilkan sejumlah candi, antara lain Candi Panataran dan Candi Tuban. Pada masa Singosari, Ken Arok telah mengembangkan perekonomian rakyatnya. Kehidupan masyarakatnya aman dan sejahtera. Ken Arok membuat patung Ken Dedes dan beberapa candi.

g. Kerajaan Majapahit
Tidak seperti kerajaan-kerajaan sebelumnya, sumber-sumber tentang keberadaan Majapahit banyak ditemukan, antara lain melalui prasasti, kitab-kitab, dan beritaberita Cina. Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya, menantu Raja Kertanegara dari Singosari. Raden Wijaya dinobatkan menjadi raja pada tahun 1293. Raden Wijaya bergelar Kertarajasa Jaya Wardana (1293 1309 M). Beliau menikah dengan keempat puteri Kertanegara, yaitu: Dyah Dewi Tribuwaneswari (permaisuri), Dyah Dewi Narendraduhita, Dyah Dewi Prajnaparamita, Dyah Dewi Gayatri. Langkah Raden Wijaya mengawini putri Kertanegara diduga berlatar belakang politik, agar tidak terjadi perebutan kekuasaan dan seluruh warisan jatuh ke tangannya.




Raden Wijaya adalah raja yang bijaksana. Semua pengikut Raden Wijaya diberi jabatan sesuai jasanya. Nambi diangkat menjadi patih. Ronggolawe diangkat menjadi Bupati Tuban. Sora diangkat sebagai Tumenggung. Kepala desa Kudadu diberi Cima di Kudadu. Raden Wijaya kemudian digantikan oleh Jayanegara atau Kala Gemet pada tahun 1309, beliau merupakan raja yang lemah. Pada masa pemerintahan Jayanegara, terjadi serangkaian pemberontakan: Ranggalawe (1231), Lembu Sora (1311), Jurudemung (1313), Nambi (1316), dan Kuti (1319). Pemberontakan-pemberontakan tersebut dapat dipadamkan karena jasa Gajah Mada. Jayanegara akhirnya dibunuh oleh Tanca, tabib istananya, pada tahun 1328. Gajah Mada kemudian membunuh Tanca. Seharusnya Gayatri, putri bungsu Raden Wijaya, berhak menjadi raja. Tetapi karena Gayatri memilih bertapa, Tribuwanatunggadewi, putrinya diangkat menjadi raja ketiga bergelar Tribuwanatunggadewi Jayawisnuwardani. Pada masa ini, terjadi pemberontakan Sadeng dan Kesa, tapi semuanya dapat diatasi oleh Gajah Mada. Pada tahun 1350, Gayatri wafat. Tribuwanatunggadewi segera turun tahta dan digantikan oleh putranya, yaitu Hayam Wuruk (artinya ayam jantan muda) yang masih berusia 16 tahun. Hayam Wuruk merupakan raja yang membawa Majapahit mencapai puncak kejayaan. Dengan didampingi Mahapatih Gajah Mada, Hayam Wuruk menjadikan Majapahit sebagai kerajaan yang sangat besar. Wilayah kekuasaannya meliputi Jawa, Nusa Tenggara, Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, Maluku, Malaka, dan Tumasik (Singapura) serta Papua Barat.


Patung Gajah Mada


Majapahit mencapai zaman keemasannya pada pemerintahan Hayam Wuruk. Luas wilayah pemerintahannya hampir seluas Indonesia sekarang. Gajah Mada sangat berperan di Majapahit. Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389. Majapahit kemudian mengalami kemunduran. Pengganti Hayam Wuruk adalah putrinya yang bernama Kusumawardhani bersama suaminya, Wikramawardhana. Pada masa pemerintahan Kusumawardhani, terjadi perang saudara dengan Wirabhumi, saudaranya dari selir Hayam Wuruk. Perang saudara yang terjadi di Paregreg menyebabkan Wirabhumi terbunuh (1406). Perang Paregreg berlangsung berkepanjangan dan menyebabkan Majapahit menjadi lemah. Bersamaan dengan itu, Islam mulai masuk ke Nusantara. Setelah Wikramawardhana meninggal, Majapahit pecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil.
Sebagai kerajaan besar, Majapahit mengalami kemajuan hampir di semua bidang. Di bidang pemerintahan, Majapahit memiliki dewan Bhattara Saptaprabhu (sesepuh kerajaan), Rakayan Mahamantri Katrini (mahamentri, yang adalah putra-putra Raja), dan Rakayan Mantri ri Pakirakiran (dewan menteri) yang membantu Raja. Di bidang keagamaan, Majapahit telah memberikan contoh kerukunan hidup beragama yang baik. Hayam Wuruk beragama Hindu Siwa, sedangkan Gajah Mada beragama Buddha. Perbedaan ini oleh Mpu Tantular dikatakan sebagai Bhinneka Tunggal Ika tan hana dharma mangrwa (di antara pusparagam adalah kesatuan dan tak ada agama yang mendua).

Majapahit mundur karena beberapa hal berikut.
(1) Tidak ada tokoh pengganti yang berwibawa sesudah Hayam Wuruk (1389 M) dan Gadjah Mada (1364 M).
(2) Perang Paregreg (1401 M-1406 M), yakni perang saudara di antara para pewaris kerajaan, antara Bhre Wirabumi dan Wikramawardhana
(3) Banyak negeri bawahan Majapahit yang berusaha melepaskan diri.
(4) Berkembangnya agama Islam di pesisir pantai utara Pulau Jawa telah mengurangi dukungan terhadap Kerajaan Majapahit.

Kenalkah kamu pada kedua gambar di atas? Setiap gambar berkaitan dengan agama tertentu. Tahukah kamu agama apakah itu? Nah, pada kesempatan ini, kita akan mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan kebudayaan sejak masa Hindu-Buddha, Islam, sampai pada masa kolonial Eropa di Nusantara. Setelah mempelajari materi ini, diharapkan kamu akan mampu mendeskripsikan perkembangan masyarakat, kebudayaan, dan pemerintahan pada masa Hindu-Buddha, serta peninggalan-peninggalannya

A. Peranan Perdagangan Internasional

Hubungan internasional antara Indonesia dengan bangsa-bangsa di Asia Barat, Asia Selatan, dan Cina sudah tercipta sejak lama. Hubungan internasional itu terjadi karena Indonesia memiliki posisi yang strategis dalam jalur perdagangan internasional. Karena posisinya yang strategis, Indonesia memiliki bandar-bandar perdagangan yang disinggahi kaum pedagang. Mereka inilah yang berperan dalam menyebarkan ajaran agama dan kebudayaan, seperti Hindu-Buddha, Islam, dan Kristen. Jalur perdagangan yang digunakan ialah jalur perdagangan melalui laut (dikenal sebagai Jalur Emas), dan jalur perdagangan melalui darat (dikenal sebagai Jalur Sutra). Adapun jalur laut melalui Maluku - Malaka - Gujarat (India) - Persia atau ke Laut Merah, kemudian dibawa oleh pedagang melalui gurun pasir ke pantai Laut Tengah (Mediternia), dari sini dibawa oleh bangsa Eropa dengan kapal ke Venesia dan pelabuhan Lisabon di Spanyol.


 Jalur darat melalui Malaka - daratan China dibawa oleh pedagang dengan kendaraan darat seperti onta, kuda, dan keledai menuju ke Persia. Dari Persia, barang dagangan dibawa ke pantai Laut Tengah dan selanjutnya oleh bangsa Eropa dibawa dengan kapal ke Venesia dan Lisabon di Spanyol. Kedua jalur itu merupakan jalur perjalanan pedagang dan barang dagangannya yang berasal dari Barat dibawa ke Timur, dan sebaliknya. Perdagangan melalui jalur itu juga dipengaruhi oleh adanya Angin Muson Barat Laut dan Angin Muson Tenggara. Pergantian kedua jenis angin tersebut memakan waktu 6 bulan sekali sehingga memengaruhi perjalanan kapal maupun darat.

B. Hindu-Buddha dan Perkembangannya di Indonesia

Hindu-Buddha merupakan dua agama yang berasal dari satu negara berpenduduk padat di dunia, India. Dari India, agama ini kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, kedua agama ini masih hidup dan berkembang sampai saat ini. Sebelum kita melihat lebih jauh tentang persebaran agama Hindu-Buddha, kita akan meninjau sejenak sejarah berdirinya kedua agama tersebut.

1. Agama Hindu

Agama Hindu berasal dari India. Agama ini merupakan perpaduan antara agama yang dianut oleh bangsa Arya dan bangsa Dravida. Bangsa Arya yang berasal dari Asia Tengah berhasil mendesak bangsa asli India, Dravida. Terjadi pembauran antara bangsa Arya dan bangsa Dravida yang selanjutnya menurunkan generasi yang disebut bangsa Hindu. Kata hindu berasal dari kata sindhu (bahasa Sanskerta) yang berarti sungai. Kata ini mengacu pada Sungai Indus yang menjadi sumber air bagi kehidupan di sekitarnya. Sumber ajaran agama Hindu terdapat dalam kitab suci Weda (terdiri atas empat kitab), Brahmana (merupakan tafsir dari kitab Weda), dan Upanisad (memuat dasar-dasar filsafat hubungan antara manusia dan TUHAN). Kata weda berasal dari kata vid artinya tahu. Weda atau veda berarti pengetahuan suci. Kitab ini ditulis ketika bangsa Arya menduduki Punjam, 3.000 tahun sebelum Masehi.


Dewa-dewa utama dalam ajaran Hindu ialah Dewa Trimurti (kesatuan dari tiga dewa). Ketiga dewa tersebut ialah:
  1. Dewa Brahma. Brahma bertugas menciptakan alam semesta dan mengatur segala peristiwa di dunia. Kendaraannya berupa angsa.
  2. Dewa Wisnu. Wisnu bertugas memelihara alam semesta. Kendaraannya berupa seekor burung garuda.
  3. Dewa Syiwa. Syiwa bertugas sebagai perusak semua yang tidak lagi berguna di alam. Kendaraannya seekor lembu. 
Pemujaan terhadap para dewa dipimpin oleh seorang pendeta yang disebut brahmana. Dalam Agama Hindu ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut dengan Pancasradha. Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat Hindu. Kelima keyakinan tersebut, yakni:
1. Widhi Tattwa: percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya
2. Atma Tattwa: percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk
3. Karmaphala Tattwa: percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam setiap perbuatan
4. Punarbhawa Tattwa: percaya dengan adanya proses kelahiran kembali (reinkarnasi)
5. Moksa Tattwa: percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan akhir manusia

Dalam masyarakat Hindu, dikenal lima kasta atau kelas, yaitu:
(1) Brahmana: terdiri atas pemimpin agama atau pendeta
(2) Ksatria: terdiri atas para bangsawan, raja dan keturunannya, serta prajuritprajuritnya
(3) Waisya: terdiri atas pengusaha dan pedagang
(4) Sudra: terdiri atas para petani dan pekerja kasar
(5) Paria: terdiri atas gelandangan (orang yang haram untuk disentuh)
Tempat suci umat Hindu antara lain kota Benares yang dianggap sebagai tempat bersemayamnya Dewa Syiwa. Sungai Gangga dianggap keramat dan suci karena air Sungai Gangga dianggap dapat mensucikan abu jenazah yang dibuang ke dalamnya. Hari raya umat Hindu ialah Galungan, Kuningan, Saraswati, Pagerwesi, Nyepi, dan Siwaratri.

2. Agama Buddha

Agama Buddha juga berasal dari India. Agama ini timbul sebagai reaksi masyarakat terhadap peran kaum Brahmana yang dianggap terlalu berlebihan dalam menjalankan tugas dan fungsi mereka. Agama ini didasarkan pada ajaran Sidharta Gautama. Sidharta Gautama digelari Sang Buddha (orang yang mendapat pencerahan) karena ia mendapat penerangan yang sempurna setelah bertapa di tengah hutan.


Agama Buddha tidak mengakui pembagian kasta dalam masyarakat. Menurut ajaran Buddha, setiap orang punya hak dan kesempatan yang sama untuk mencapai kesempurnaan asalkan ia mampu mengendalikan dirinya sehingga bebas dari samsara. Penderitaan dapat dihentikan dengan cara menindas trisna (nafsu). Nafsu dapat ditindas melalui delapan jalan (astavidha), yaitu pandangan (ajaran) yang benar, niat atau sikap yang benar, berbicara yang benar, berbuat atau bertingkah laku yang benar, penghidupan yang benar, berusaha yang benar, memerhatikan hal-hal yang benar, dan bersemedi yang benar. Pemeluk agama Buddha wajib melaksanakan tiga ikrar (Tri Ratna), yaitu: berlindung kepada Buddha, berlindung kepada Dharma (ajaran) agama Buddha, dan berlindung kepada Sanggha (perkumpulan) masyarakat pemeluk agama Buddha. Kitab suci agama Buddha ialah Tripitaka (Tiga Keranjang) yang terdiri atas Vinayapitaka (berisi tentang bermacam-macam aturan hidup dan hukum penentu cara hidup pemeluknya), Sutrantapitaka (berisi tentang pokok-pokok wejangan Sang Buddha), dan Abdhidharmapitaka (berisi tentang penjelasan dan kupasan mengenai sosial beragama atau falsafah agama). Umat Buddha merayakan Hari Raya Triwaisak, yang merupakan peringatan kelahiran, menerima bodhi, dan wafatnya Sang Buddha yang bertepatan dengan saat bulan purnama pada bulan Mei.
Agama Buddha terbagi atas dua aliran. Pertama, Mahayana yang mengajarkan bahwa untuk mencapai Nirwana, setiap orang harus mengembangkan sikap kebijaksanaan dan sifat welas asih. Kedua, Hinayana yang mengajarkan bahwa untuk mencapai Nirwana, sangat bergantung pada usaha diri melakukan meditasi. Agama Buddha mencapai puncak kejayaannya pada zaman kekuasaan Raja Asoka (273-232 SM) yang menetapkan agama Buddha sebagai agama resmi negara. Tempattempat suci umat Buddha antara lain Bodh-Gaya, tempat bersemedi Sidharta Gautama.

4. Pengaruh Agama Hindu-Buddha di Indonesia

Pengaruh agama dan kebudayaan Hindu-Buddha terjadi pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Aspek-aspek tersebut meliputi bidang sosial, teknologi, kesenian, juga pendidikan.
a. Bidang Sosial
Di bidang sosial, tradisi Hindu-Buddha berpengaruh terhadap sistem kemasyarakatan dan pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan asli Indonesia, masyarakat Indonesia tersusun dalam kelompok-kelompok desa yang dipimpin oleh kepala suku. Sistem itu kemudian terpengaruh oleh ajaran Hindu-Buddha. Timbul kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha.
b. Bidang Teknologi
Perhatikanlah Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Dapatkah kamu bayangkan bahwa ratusan tahun yang lalu, telah ada teknologi yang mampu digunakan untuk membuat bangunan begitu indah?Peninggalan Hindu-Buddha dalam bidang seni bangunan (arsitektur) yang berkembang di Indonesia adalah yang berupa candi, yupa, dan prasasti. Candi di Indonesia berbentuk punden bertingkat yang digunakan sebagai makam raja dan bagian atas punden bertingkat itu dibuatkan patung rajanya. Adapun candi di India berbentuk stupa bulat yang digunakan sebagai tempat sembahyang atau memuja dewa. Candi yang bercorak Hindu antara lain Candi Prambanan dan Candi Dieng. Candi yang bercorak Buddha antara lain Candi Borobudur dan Candi Kalasan.
c. Kesenian
Kamu pernah melihat tarian Bali atau menyaksikan seni beladiri Kongfu? Itulah contoh pengaruh tradisi kebudayaan Hindu-Buddha yang masih kita temui saat ini. Pengaruh tradisi Hindu-Buddha di Indonesia tampak juga pada bidang kesenian, khususnya seni rupa dan seni sastra. Dalam bidang seni rupa, banyak kita ditemui hiasanhiasan pada dinding candi (relief) yang sesuai dengan unsur India. Di bidang seni sastra, pengaruh tradisi Hindu Buddha terlihat pada penggunaan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta pada prasasti-prasasti. Ada juga hasil kesusastraan Indonesia yang sumbernya dari India, yaitu cerita Ramayana dan Mahabrata yang dijadikan lakon wayang. Banyak kitab Hindu-Buddha yang menjadi aset bangsa saat ini. Di antaranya Negarakertagama dan Barathayudha.
d. Bidang Pendidikan
Di bidang pendidikan, pengaruh tradisi Hindu-Buddha dapat kita lihat bahwa sampai akhir abad ke-15, ilmu pengetahuan berkembang pesat, khususnya di bidang sastra, bahasa, dan hukum. Kaum Brahmana adalah kelompok yang berwewenang memberikan pendidikan dan pengajaran dalam masyarakat Hindu-Buddha. Salah satu hasil dari perkembangan pendidikan, dikemukakan oleh I-Tsing, bahwa di Sriwijaya terdapat "universitas" yang dapat menampung ratusan mahasiswa biarawan Buddha untuk belajar agama.


Dari Crayonpedia  

Sejarah Hindu-Budha
Arca Shivamahadeva: dewa tertinggi dalam agama Hindu

Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien.

Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Budha, yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16.

Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah dan Kamboja. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada, berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.

Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke-12, melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang tangguh dan ekspansionis, seperti Samudera Pasai di Sumatera dan Demak di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit, sekaligus menandai akhir dari era ini., sekaligus menandai akhir dari era ini.  

Proses Masuknya Agama Hindu dan Budha ke Indonesia

Indonesia sebagai negara kepulauan letaknya sangat strategis, yaitu terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Indonesia dan Pasifik) yang merupakan daerah persimpangan lalu lintas perdagangan dunia.

Awal abad Masehi, jalur perdagangan tidak lagi melewati jalur darat (jalur sutera) tetapi beralih kejalur laut, sehingga secara tidak langsung perdagangan antara Cina dan India melewati selat Malaka. Untuk itu Indonesia ikut berperan aktif dalam perdagangan tersebut.

Akibat hubungan dagang tersebut, maka terjadilah kontak/hubungan antara Indonesia dengan India, dan Indonesia dengan Cina. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab masuknya budaya India ataupun budaya Cina ke Indonesia.

Mengenai siapa yang membawa atau menyebarkan agama Hindu - Budha ke Indonesia, tidak dapat diketahui secara pasti, walaupun demikian para ahli memberikan pendapat tentang proses masuknya agama Hindu - Budha atau kebudayaan India ke Indonesia.

Untuk penyiaran Agama Hindu ke Indonesia, terdapat beberapa pendapat/hipotesa yaitu antara lain:

* Hipotesis Ksatria, diutarakan oleh Prof.Dr.Ir.J.L.Moens berpendapat bahwa yang membawa agama Hindu ke Indonesia adalah kaum ksatria atau golongan prajurit, karena adanya kekacauan politik/peperangan di India abad 4 - 5 M, maka prajurit yang kalah perang terdesak dan menyingkir ke Indonesia, bahkan diduga mendirikan kerajaan di Indonesia.

* Hipotesis Waisya, diutarakan oleh Dr.N.J.Krom, berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum pedagang yang datang untuk berdagang ke Indonesia, bahkan diduga ada yang menetap karena menikah dengan orang Indonesia.

* Hipotesis Brahmana, diutarakan oleh J.C.Vanleur berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum Brahmana karena hanyalah kaum Brahmana yang berhak mempelajari dan mengerti isi kitab suci Weda. Kedatangan Kaum Brahmana tersebut diduga karena undangan Penguasa/Kepala Suku di Indonesia atau sengaja datang untuk menyebarkan agama Hindu ke Indonesia. Pada dasarnya ketiga teori tersebut memiliki kelemahan yaitu karena golongan ksatria dan waisya tidak mengusai bahasa Sansekerta. Sedangkan bahasa Sansekerta adalah bahasa sastra tertinggi yang dipakai dalam kitab suci Weda. Dan golongan Brahmana walaupun menguasai bahasa Sansekerta tetapi menurut kepercayaan Hindu kolot tidak boleh menyebrangi laut.

Disamping pendapat / hipotesa tersebut di atas, terdapat pendapat yang lebih menekankan pada peranan Bangsa Indonesia sendiri, untuk lebih jelasnya simak uraian berikut ini:

Hipotesis Arus Balik dikemukakan oleh FD. K. Bosh. Hipotesis ini menekankan peranan bangsa Indonesia dalam proses penyebaran kebudayaan Hindu dan Budha di Indonesia. Menurutnya penyebaran budaya India di Indonesia dilakukan oleh para cendikiawan atau golongan terdidik. Golongan ini dalam penyebaran budayanya melakukan proses penyebaran yang terjadi dalam dua tahap yaitu sebagai berikut:

* Pertama, proses penyebaran di lakukan oleh golongan pendeta Budha atau para biksu, yang menyebarkan agama Budha ke Asia termasuk Indonesia melalui jalur dagang, sehingga di Indonesia terbentuk masyarakat Sangha, dan selanjutnya orang-orang Indonesia yang sudah menjadi biksu, berusaha belajar agama Budha di India. Sekembalinya dari India mereka membawa kitab suci, bahasa sansekerta, kemampuan menulis serta kesan-kesan mengenai kebudayaan India. Dengan demikian peran aktif penyebaran budaya India, tidak hanya orang India tetapi juga orang-orang Indonesia yaitu para biksu Indonesia tersebut. Hal ini dibuktikan melalui karya seni Indonesia yang sudah mendapat pengaruh India masih menunjukan ciri-ciri Indonesia.

* Kedua, proses penyebaran kedua dilakukan oleh golongan Brahmana terutama aliran Saiva-siddharta. Menurut aliran ini seseorang yang dicalonkan untuk menduduki golongan Brahmana harus mempelajari kitab agama Hindu bertahun-tahun sampai dapat ditasbihkan menjadi Brahmana. Setelah ditasbihkan, ia dianggap telah disucikan oleh Siva dan dapat melakukan upacara Vratyastome / penyucian diri untuk menghindukan seseorang.

Jadi hubungan dagang telah menyebabkan terjadinya proses masuknya penganut Hindu - Budha ke Indonesia. Beberapa hipotesis di atas menunjukan bahwa masuknya pengaruh Hindu - Budha merupakan satu proses tersendiri yang terpisah namun tetap di dukung oleh proses perdagangan.

Untuk agama Budha diduga adanya misi penyiar agama Budha yang disebut dengan Dharmaduta, dan diperkirakan abad 2 Masehi agama Budha masuk ke Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan arca Budha yang terbuat dari perunggu diberbagai daerah di Indonesia antara lain Sempaga (Sulsel), Jember (Jatim), Bukit Siguntang (Sumsel). Dilihat ciri-cirinya, arca tersebut berasal dari langgam Amarawati (India Selatan) dari abad 2 - 5 Masehi. Dan di samping itu juga ditemukan arca perunggu berlanggam Gandhara (India Utara) di Kota Bangun, Kutai (Kaltim).


Kepulauan Indonesia terbentang antara dua benua dan dua samudera. Masing-masing ialah benua Asia dan Australia serta samudera Hindia dan Pasifik. Letak demikian merupakan jembatan yang sangat strategis bagi perhubungan internasional, baik pada masa dahulu maupun pada masa sekarang. Tambahan pula letak geografis Indonesia terdapat di daerah khatulistiwa, sehingga apabila dilihat dari keadaan iklim daerah kepulauan ini dari tahun ke tahun selalu dapat dilalui oleh alat transpor air. Itulah salah satu faktor yang memungkinkan lancarnya perhubungan antara Indonesia sebagai daerah kepulauan dengan negara-­negara India dan Cina. Kedua negara yang disebut terakhir itu merupakan negara-negara besar di kawasan ini padaa permulaan tarikh Masehi. Sejak zaman prasejarah, para ahli sejarah menggambarkan bahwa penduduk kepulauan Indonesia memiliki sifat-sifat dan semangat berlayar. Mereka mampu mengarungi lautan lepas dengan mempergunakan perahu lesung bercadik, alat transportasi di laut pada waktu itu. Hubungan antara pulau dan hubungan dengan daerah pedalaman serta hubungan dengan daerah luar, menggunakan perahu lesung bercadik yang dianggap sebagai alat yang paling praktis dan khas bagi bangsa Indonesia pada masa yang telah silam. Terdapatnya hubungan antarpulau dan hubungan dengan dunia luar ada kecenderungan merupakan hubungan perdagangan. Pada khususnya perdagangan itu terjadi karena pertukaran antara berbagai hasil daerah. Demikian pula perdagangan dalam masa ini sudah barang tentu tidak dapat diartikan sebagai perdagangan seperti kita kenal sekarang ini. Perdagangan pada waktu itu dapat diartikan bagai pertukaran barang dengan barang yang disebut inatura. Hubungan dagang antarpulau lambat laun berkembang menjadi perdagangan yang lebih luas. Di atas telah dikemukakan, bahwa hubungan antara Indonesia dengan India dan Cina telah berkembang sejak permulaan tarikh Masehi. Salah seorang sarjana Belanda bernama J.C. Van Leur mengemukakan pendapatnya bahwa perdagangan itu telah terjadi dengan dunia luar terlebih dahulu dengan negeri India. Barulah kemudian menyusul dengan negeri Cina. Anggapan tersebut di atas tidak disertai angka-angka tahun yang pasti, kapan hubungan itu dimulai. Hal tersebut disebabkan karena sumber-sumber yang memberikan keterangan jelas tidak ada. Bahan-bahan keterangan yang didapat hanya berupa buku-buku sastra. Beberapa kitab sastra India dan buku-buku lainnya mengungkapkan keterangan yang samar-samar tentang negeri ini. Bahan-bahan tersebut berasal dari sekitar abad ke-2 Masehi, yang antara lain sebagai berikut: 1. Kitab Jataka
Kitab ini ditulis oleh penulis India dan berisi ceritera yang menggambarkan tentang kehidupan sang Buddha. Di dalamnya disebutkan nama-nama negeri antara lain sebuah negeri bernama Suvannabhumi. Dalam bahasa Indonesia nama tersebut berarti negeri emas. Dari nama itu ada pula yang menafsirkan letaknya di sebelah timur teluk Benggala. Lalu kita dapat mengira, apakah nama Suvannabhumi itu identik dengan nama Suwarnabhumi. Hal itu tidak jelas, sedangkan orang sering beranggapan, bahwa Suwarnabhumi sama dengan pulau Sumatera. 2. Kitab Ramayana
Buku ini pun ditulis oleh pujangga India, bernama Walmiki. Isinya menceritakan tcntang kisah Rama dan Dewi Shinta. Di dalamnya menyebut­kan dua nama tempat, yaitu Jawadwipa dan Suwarnadwipa. Jawadwipa berarti pulaii Jawa, sedangkan Suwarnadwipa berarti pulau Sumatera. 3. Buku Perinlous tes Erythras Thalasses
Buku ini berasal dari penulis Yunani. Isinya pedoman tentang geografis pe1ayaran di daerah Samudera Hindia. Di antaranya disebutkan salah satu tempat bernama Chryse. Nama itu berarti emas, yang sering dihubungkan oleh para penulis sekarang dengan nama Suwarnabhumi atau Suwarnadwipa. 4. Buku Geograophike Hypegesis
Penulis buku ini juga seorang bangsa Yunani di Iskandariah bernama Claudius Ptolomeus. Isi buku tersebut sebuah petunjuk tentang membuat peta. Di dalamnya ditemukan nama-nama tempat seperti: Argryre Chora (= negeri perak), Chryse Chora (= negeri emas) dan Chryse Chersonesos (= semenanjung emas). Selain tempat-tempat tersebut ditemukan pula dalam buku itu nama labadiou (= pulau jelai). Para ahli sejarah sering menghubungkan nama labadiou dengan Jawadwipa, yakni pulau Jawa. Dari keterangan tersebut di atas, baik dari para penulis India maupun dari para penulis lainnya, nama-nama tempat di kawasan bumi belahan ini, ada yang pasti dan ada pula yang samar-samar, kenyataannya telah terdaftar sebagai catatan geografis. Keterangan itu sudah barang tentu mereka dapatkan dari para pedagang yang mengadakan pelayaran dan mereka telah berlayar mengarungi belahan bumi ini. Menurut sejarahwan Belanda, J.C. Van Leur, barang-barang yang diperdagangkan dalam pasaran internasional di Asia Tenggara pada waktu itu ialah barang-barang bernilai. tinggi, seperti: logam mulia (emas dan perak), perhiasan, barang tenunan, barang pecah belah dan berbagai barang kerajinan, wangi-wangian serta obat-obatan. Selanjutnya kita lihat sejenak bagaimana keterangan yang bersumber dari negeri Cina. Menurut perkiraan hubungan Indonesia dengan Cina pada masa itu merupakan hubungan langsung antara kedua negara. Atau dapat pula hubungan itu merupakan pelayaran yang lebih luas antara Asia Barat dengan Cina. Menurut O.W. Wolter, pelayaran dagang melalui perairan laut Cina Selatan pertama kali terjadi pada kurun waktu antara abad ke­-3 dan ke-5 tarikh Masehi. Kendatipun demikian bukti-bukti yang pasti menunjukkan bahwa pelayaran itu mulai terjadi pada permulaan abad ke-5. Hal itu dapat diikuti dalam uraian berikut: a) Perjalanan Fa Hien
Fa Hien adalah seorang pendeta agama Buddha. Ia berlayar mengarungi perairan Asia Tenggara sepulangnya dari tempat suci agama Buddha di India. Pengalaman yang diperoleh dalam perjalanannya itu ia catat dan kemudian dikumpulkan dalam sebuah buku yang diberi judul: "A Record of the Buddhist Religion as practised in Indiaa and the Malay archipelago". Dalam catatannya ia katakan, bahwa kapal layarnya terdampar di sebuah pulau bernama ja-ra-di (= Jawadwipa) atau pulau Jawa. Ditambah­kannya pula bahwa penduduk setempat banyak yang menganut agama Brahma dan beberapa orang memeluk agama Buddha. Selain dari itu banyak orang memeluk agama berhala. b) Perjalanan Gunawarman
Gunawarman adalah seorang pendeta Buddha. Ia mengadakan pelayaran langsung dari Indonesia ke negeri Cina. Menurut keterangan yang bersumber kepada berita Cina, Gunawarman bertolak dari sebuah tempat yang disebut Che-po. Nama tersebut sering diidentikkan dengan pulau Jawa. Menurut O.W. Wolter, hubungan yang terjadi antara Indonesia dengan Cina tidaklah selalu dalam hubungan dagang. Tetapi juga hubungan tersebut terjadi dalam hal yang bersifat keagamaan. Hal itu terbukti seperti kemukakan dalam salah satu surat yang disampaikan kepada kaisar Cina yang isinya berupa penghargaan kepadanya. Penghargaan itu berisikan pujian karena kaisar telah berjasa dalam pengembangan agama Buddha. Dari uraian di atas dapat ditegaskan, bahwa sebelum abad ke-5 bangsa Indonesia telah memasuki percaturan dunia perdagangan dengan bangsa Cina di daratan Asia. Adapun barang-barang yang diperdagangkan antara lain berupa: kemenyan, kayu cendana, kapur barus, rempah-rempah, bermacam-macam hasil kerajinan dan binatang. Diberdayakan dari: http://pakyoyok.multiply.com